Selasa, 14 Mei 2013
Posts by : Admin
Latar Belakang
Shalahuddin Al-Ayyubi berasal
dari bangsa Kurdi .[1] Ayahnya
Najmuddin Ayyub dan
pamannya Asaduddin Syirkuh
hijrah ( migrasi ) meninggalkan
kampung halamannya dekat
Danau Fan dan pindah ke
daerah Tikrit ( Irak).
Shalahuddin lahir di benteng
Tikrit, Irak tahun 532 H/ 1137
M, ketika ayahnya menjadi
penguasa Seljuk di Tikrit. Saat
itu, baik ayah maupun
pamannya mengabdi kepada
Imaduddin Zanky, gubernur
Seljuk untuk kota Mousul,
Irak. Ketika Imaduddin
berhasil merebut wilayah
Balbek, Lebanon tahun 534
H/1139 M, Najmuddin Ayyub
(ayah Shalahuddin) diangkat
menjadi gubernur Balbek dan
menjadi pembantu dekat Raja
Suriah Nuruddin Mahmud.
Selama di Balbek inilah,
Shalahuddin mengisi masa
mudanya dengan menekuni
teknik perang, strategi,
maupun politik. Setelah itu,
Shalahuddin melanjutkan
pendidikannya di Damaskus
untuk mempelajari teologi
Sunni selama sepuluh tahun,
dalam lingkungan istana
Nuruddin. Pada tahun 1169,
Shalahudin diangkat menjadi
seorang wazir (konselor).
Di sana, dia mewarisi peranan
sulit mempertahankan Mesir
melawan penyerbuan dari
Kerajaan Latin Jerusalem di
bawah pimpinan Amalrik I.
Posisi ia awalnya
menegangkan. Tidak ada
seorangpun menyangka dia
bisa bertahan lama di Mesir
yang pada saat itu banyak
mengalami perubahan
pemerintahan di beberapa
tahun belakangan oleh karena
silsilah panjang anak khalifah
mendapat perlawanan dari
wazirnya. Sebagai pemimpin
dari prajurit asing Syria, dia
juga tidak memiliki kontrol dari
Prajurit Shiah Mesir, yang
dipimpin oleh seseorang yang
tidak diketahui atau seorang
Khalifah yang lemah bernama
Al-Adid. Ketika sang Khalifah
meninggal bulan September
1171, Saladin mendapat
pengumuman Imam dengan
nama Al-Mustadi, kaum Sunni,
dan yang paling penting,
Abbasid Khalifah di Baghdad,
ketika upacara sebelum Salat
Jumat, dan kekuatan
kewenangan dengan mudah
memecat garis keturunan
lama. Sekarang Saladin
menguasai Mesir, tapi secara
resmi bertindak sebagai wakil
dari Nuruddin, yang sesuai
dengan adat kebiasaan
mengenal Khalifah dari
Abbasid. Saladin merevitalisasi
perekonomian Mesir,
mengorganisir ulang kekuatan
militer, dan mengikuti nasihat
ayahnya, menghindari konflik
apapun dengan Nuruddin,
tuannya yang resmi, sesudah
dia menjadi pemimpin asli
Mesir. Dia menunggu sampai
kematian Nuruddin sebelum
memulai beberapa tindakan
militer yang serius: Pertama
melawan wilayah Muslim yang
lebih kecil, lalu mengarahkan
mereka melawan para prajurit
salib.
Timur Tengah (1190 M.).
Wilayah kekuasaan
Shalahuddin (warna
merah); Wilayah yang
direbut kembali dari
pasukan salib 1187-1189
(warna merah muda).
Warna hijau terang
menandakan wilayah
pasukan salib yang masih
bertahan sampai
meninggalnya Shalahuddin
Dengan kematian Nuruddin
(1174) dia menerima gelar
Sultan di Mesir. Disana dia
memproklamasikan
kemerdekaan dari kaum
Seljuk, dan dia terbukti sebagai
penemu dari dinasti Ayyubid
dan mengembalikan ajaran
Sunni ke Mesir. Dia
memperlebar wilayah dia ke
sebelah barat di maghreb, dan
ketika paman dia pergi ke Nil
untuk mendamaikan beberapa
pemberontakan dari bekas
pendukung Fatimid, dia lalu
melanjutkan ke Laut Merah
untuk menaklukan Yaman. Dia
juga disebut Waliullah yang
artinya teman Allah bagi kaum
muslim Sunni.
Aun 559-564 H/ 1164-1168 M.
Sejak itu Asaduddin, pamannya
diangkat menjadi Perdana
Menteri Khilafah Fathimiyah.
Setelah pamnnya meninggal,
jabatan Perdana Menteri
dipercayakan Khalifah kepada
Shalahuddin Al-Ayyubi.
Shalahuddin Al-Ayyubi berhasil
mematahkan serangan Tentara
Salib dan pasukan Romawi
Bizantium yang melancarkan
Perang Salib kedua terhadap
Mesir. Sultan Nuruddin
memerintahkan Shalahuddin
mengambil kekuasaan dari
tangan Khilafah Fathimiyah dan
mengembalikan kepada
Khilafah Abbasiyah di Baghdad
mulai tahun 567 H/1171 M
(September). Setelah Khalifah
Al-'Adid, khalifah Fathimiyah
terakhir meninggal maka
kekuasaan sepenuhnya di
tangan Shalahuddin Al-Ayyubi.
Sultan Nuruddin meninggal
tahun 659 H/1174 M,
Damaskus diserahkan kepada
puteranya yang masih kecil
Sultan Salih Ismail didampingi
seorang wali. Dibawah seorang
wali terjadi perebutan
kekuasaan di antara putera-
putera Nuruddin dan wilayah
kekuasaan Nurruddin menjadi
terpecah-pecah. Shalahuddin
Al-Ayyubi pergi ke Damaskus
untuk membereskan keadaan,
tetapi ia mendapat perlawanan
dari pengikut Nuruddin yang
tidak menginginkan persatuan.
Akhirnya Shalahuddin Al-
Ayyubi melawannya dan
menyatakan diri sebagai raja
untuk wilayah Mesir dan Syam
pada tahun 571 H/1176 M dan
berhasil memperluas
wilayahnya hingga Mousul, Irak
bagian utara.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar