Saya Yang Memakai Jilbab, Kok Jadi Masalah Buat Anda?
Oleh Aisha Aijaz
Saya seorang wanita, dan diriku bukan komoditas seksual, Aku seorang
manusia seperti kamu juga. Tapi aku juga seorang yang berjilbab , dan
ketahuilah jilbab adalah identitasku, itu terkait dengan keyakinan
saya.
Aku tidak berjilbab di usia muda, aku berjilbab juga tidak atas
perintah dari seorang ayah yang menekan. Saya memakai jilbab terdorong
ketika saya menjelajahi pesan Allah yang telah saya baca sejak kecil,
melalui pemahaman dan pengkajian dengan bantuan ulama ,sehingga saya
mengerti apa yang dimaksud dengan jilbab . Saya yakin dan senang
memakainya. Karena saya tahu pentingnya memakai jilbab jelas terhubung
ke keyakinan saya pada Allah .
“Saya percaya pada Allah dan firman-Nya, aku mencintai Nabi Muhammad
dan bagi saya karakter Aishah dan Fatimah adalah model muslimah bagi
saya.
Jilbab adalah bagian dari kepribadian saya , seperti kippah untuk
Yahudi dan Kristen. Jilbab adalah pesan perdamaian yang yang saya pakai
dengan bangga. Biarkan dunia tahu bahwa saya melakukan yang terbaik
untuk menjaga kesucian saya dan mentaati Tuhanku. Ini adalah refleksi
bahwa saya bukan budak dari industri kapitalistik perusahaan yang
membungkuk pada eksploitasi wanita telanjang untuk menjual segala
sesuatu dari rokok hingga mobil mewah.
Jilbab memberi saya kebebasan, kebebasan dari dinilai dari warna
kulit dan detail bentuk tubuh. Saya bebas dari belenggu beberapa orang
yang biasa mengevaluasi wanita sesuai dengan panjang pendek roknya ,
dari kejenjangan leher nya, kecerdasan dan karakter karakter yang tak
perlu dinilai orang lain
Jilbab adalah bagian dari kepribadian saya , lalu kenapa Kristen dan Yahudi takut dengan ‘Jilbab’?
Dengan hanya sepotong kain di kepala saya, saya merasa diberdayakan
sebagai seorang wanita. Tapi bagian dari masyarakat saya tampaknya
memiliki masalah dengan itu. Beberapa orang berpaham liberal menyebut
jilbab sebagai alas serbet “meja makan “. Dan saya bertanya-tanya
kenapa dunia takut hanya dengan “Jilbab” , aku bertanya-tanya?
Apa
pembunuh ukhti Marwah Al Sherbini takut akan ‘Jilbab’ ? Marwah saat
itu berusia 32 tahun, ia seorang apoteker, dan sedang hamil tiga bulan,
ia seorang isteri yang penuh kasih dan seorang ibu dari anaknya yang
berusia dua tahun, apakah ia menjadi ancaman bagi dunia? Oh, kenapa anda
sebut ia sebagai pelacur, teroris dan layak ditusuk 18 kali hingga
tewas di depan umum di pengadilan Jerman ?
Apakah ‘Jilbab’ menjadi ancaman terbesar dalam masyarakat Eropa,
seperti Perancis dan Negara lainnya yang melarangnya? Pikirkan!
Cobalah anda melihat, beberapa wanita yang sangat sukses di Barat
yang beralih ke Islam dan memilih untuk menutupi tubuh mereka dengan
jilbab, mereka semua memiliki kerendahan hati dan telah menemukan
kedamaian.
Saya mengutip Yvonne Ridley, seorang jurnalis wanita yang memeluk Islam tahun yang lalu:
‘Baju saya akan memberitahu Anda bahwa saya seorang Muslimah dan saya
berharap akan diperlakukan dengan hormat, seperti dihormatinya seorang
bankir Wall Street yang akan mengatakan bahwa setelan jasnya
mendefinisikan dirinya sebagai seorang eksekutif kelas atas. ”
Berpikirlah secara rasional dan putuskan! Mengapa saya yang pakai
jilbab, kok jadi masalah buat anda? (Bahasa sininya, ‘Kenapa gue yang
make Jilbab, kok masalah buat elo? )
0 komentar:
Posting Komentar