Oleh : Majelis Syari’ah Yayasan
Wahdah Islamiyyah
Islam adalah agama yang menjunjung
tinggi harkat kaum wanita sehingga dalam ajaran Islam terdapat hukum-hukum yang
dikhususkan bagi kaum wanita. Salah satu diantaranya adalah aturan dalam
berbusana. Syari’at Islam telah memberikan batasan-batasan yang boleh dan yang
tidak boleh terlihat dari seorang wanita. Bagi sebagian orang - yang tidak
memahami hikmah dari hukum-hukum dalam syari’at Islam – aturan ini sepintas
menyulitkan kaum wanita, padahal jika
kita mencoba merenungkan lebih jauh apalagi kalau kita melihat kenyataan yang
ada maka kita akan melihat keagungan dari syari’at yang mulia ini. Berapa
banyak kerusakan yang telah terjadi akibat keluarnya wanita dengan bebas dan mempertontonkan
aurat mereka, sebutlah perzinahan, pelecehan seksual, perkosaan, tersebarnya
vcd porno dan sederet kerusakan moral lainnya yang tidak bisa dipungkiri bahwa
dia merupakan efek “keterbukaan” aurat.
Alhamdulillah saat ini hukum
wajibnya menutup aurat telah tersosialisasi dengan baik di kalangan muslimah
ditambah lagi dengan semakin terasanya hikmah menutup aurat “agar mereka lebih
dikenal sebagai wanita terhormat dan agar mereka tidak diganggu” maka kita
melihat arus yang begitu cepat dimana muslimah pemakai jilbab kian hari kian
bertambah.
Peningkatan kuantitas ini ternyata
juga diikuti oleh peningkatan kualitas dalam menutup aurat, artinya banyak
diantara muslimah yang kemudian mencoba menutup auratnya dengan rapat,
sampai-sampai diantara mereka ada yang tidak memperlihatkan kecuali kedua
matanya saja sebagai upaya untuk lebih menjaga diri dari fitnah selain
memang hal itu adalah sesuatu yang lumrah di kalangan wanita-wanita salaf
(istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat). Akan
tetapi – sayang sekali- niatan baik dari saudari-saudari kita tersebut mendapat
tanggapan yang kurang positif dari berbagai kalangan baik itu kalangan awam
bahkan juga dari kalangan orang-orang yang punya pemahaman tentang syari’at
Islam. Kita sering mendengar ungkapan yang menyebutkan bahwa cadar itu hanyalah
pakaian wanita Arab yang tinggal di padang
pasir, artinya cadar itu bukan sesuatu
yang disunnahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sama sekali
bukan bagian dari syari’at Islam. Akan tetapi dia hanyalah kebiasaan dan adat
sekelompok masyarakat pada waktu dan tempat tertentu. Tentu saja
ungkapan-ungkapan seperti itu dapat menimbulkan salah paham ummat terhadap
muslimah pemakai cadar sehingga perlu suatu kajian ilmiah tentang hukum cadar
yang sebenarnya dalam syari’at Islam.
Cadar dalam syari’at Islam merupakan sesuatu yang masyru’iyyahnya
tidak diperselisihkan lagi oleh para ulama artinya cadar itu merupakan bagian
dari syari’at Islam. Perselisihan pendapat
diantara para ulama
hanya terjadi pada apakah memakai cadar itu hukumnya wajib
ataukah sunnah. Kalau kita memperhatikan
nash-nash Al Qur-an dan As
Sunnah maka kita akan mendapatkan dalil-dalil yang begitu banyak yang
menunjukkan bahwa cadar itu sama sekali bukan hanya sekedar kebiasaan
sekelompok masyarakat pada waktu atau tempat tertentu. Berikut ini akan kami
sebutkan sebagian dari nash-nash tersebut:
1.
Firman Allah Ta’ala:
] يا
أيها النبي قل لأزواجك وبناتك ونساء المؤمنين يدنين عليهن من جلابيبهن [
Artinya : “Wahai Nabi katakanlah kepada
istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min : “Hendaklah
mereka mengulurkan jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka,” ………………” (QS. Al
Ahzab : 59)
Kata-kata “mengulurkan jilbab mereka ke
seluruh tubuh mereka” ditafsirkan oleh banyak ahli tafsir dengan menutup wajah
sebagaimana yang akan disebutkan berikut ini :
· Berkata Abdullah bin Abbas r.a :
“Allah telah memerintahkan kepada wanita-wanita beriman apabila mereka keluar
dari rumah-rumah mereka untuk suatu
keperluan agar mereka menutup wajah-wajah
mereka dari atas kepala mereka dengan jilbab dan menampakkan satu mata saja.”
(Lihat tafsir Fathul Qadir 4/405).
· ‘Ubaidah As-Salmani (dari
kalangan tabi’in) ketika menafsirkan ayat ini beliau menutup wajahnya dan
kepalanya dan memperlihatkan matanya yang sebelah kiri (lihat tafsir Ibnu
Katsir 3/497)
·
Berkata Muhammad bin Ka’ab Al-Qurazhi (wafat tahun 108 H) : “Wanita
harus menutup wajahnya kecuali salah satu matanya.” (Lihat Ath-Thobaqot
Al-Kubra 8/177 dan Fathul Qadir 4/405)
· Berkata Hasan Al-Bashri (wafat
tahun 110 H) : “Wanita harus menutup sebagian dari wajahnya.” (Lihat tafsir
Fathul Qadir 4/402)
· Berkata Imam Ath-Thobari :
“Janganlah mereka menyerupakan diri dengan budak dalam berpakaian
apabila mereka hendak keluar rumah untuk suatu keperluan dengan memperlihatkan
rambut dan wajah-wajah mereka.” (Lihat tafsir Ath-Thobari 22/49)
· Berkata Imam Al Qurthubi :
“Ketika merupakan kebiasaan bagi wanita-wanita Arab berpakaian seadanya dan adalah
mereka membuka wajah-wajah mereka sebagaimana yang dilakukan oleh para
budak dimana hal tersebut memancing pandangan laki-laki kepada mereka dan
melayangkan pikiran tentang mereka, maka Allah dan Rasul-Nya memerintahkan
mereka untuk menurunkan jilbab-jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka apabila
mereka hendak keluar untuk suatu keperluan.” (Lihat tafsir Al Qurthubi 14/156)
·
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah setelah menjelaskan perbedaan
pendapat tentang cadar antara wajib dan
sunnahnya : “Dan Allah memerintahkan untuk mengulurkan jilbab-jilbab agar
supaya mereka (kaum wanita) tidak dikenal dan tidak diganggu, ini merupakan
dalil yang menguatkan pendapat yang pertama (wajibnya menutup wajah), dan
‘Ubaidah As-Salmani telah menyebutkan bahwa dahulu wanita-wanita Islam
mengulurkan jilbab-jilbab mereka dari atas kepala mereka sampai tidak
kelihatan dari mereka kecuali mata-mata mereka agar dapat melihat jalan.” (Lihat tafsir Surat
An Nur oleh Ibnu Taimiyah hal. 16)
·
Berkata Imam As Suyuthi : “Ini adalah ayat hijab untuk seluruh wanita,
dan di dalamnya terdapat kewajiban menutup kepala dan wajah bagi mereka.”
(Lihat Aunul Ma’bud 4/106)
Pendapat-pendapat di atas
dikemukakan oleh para ulama sebagai penjelasan dan penafsiran terhadap firman
Allah dalam surat Al Ahzab : 59, hal ini menunjukkan bahwa menutup wajah dalam
pandangan para ulama salaf adalah bagian dari agama dan sesuatu yang
disyari’atkan dengan demikian pernyataan bahwa cadar itu bukanlah busana wanita muslimah adalah jelas-jelas
bertolak belakang dengan apa yang telah dipahami oleh para salaf baik dari
kalangan sahabat, tabi’in dan ulama-ulama yang mengikuti mereka dengan lurus.
2. Dari ‘Aisyah r.a - dalam kisah al-ifk
ketika dia tertinggal dari rombongan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam -
dia berkata : “……ketika aku sedang duduk di tempatku aku tertidur, dan adalah
Shofwan bin Mu’aththol berada di belakang pasukan dan dia berangkat di waktu
malam, tatkala pagi dia sampai di tempatku tertinggal dan dia melihat sosok
hitam seseorang sedang tidur (yaitu ‘Aisyah) lalu dia mendatangiku dan dia
mengenaliku ketika dia melihatku dan adalah dia telah pernah melihatku sebelum
diwajibkannya hijab, tiba-tiba aku terbangun ketika mendengar dia beristirja’
(yaitu perkataan inna lillahi wa inna ilaihi rajiun) tatkala melihatku,
lalu akupun segera menutup wajahku darinya dengan jilbabku…….” (HR.
Bukhari dan Muslim)
3. Dari ‘Aisyah dia berkata : “Adalah para pengendara melewati kami dan
kami bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan berihram, maka
apabila mereka berpapasan dengan kami setiap kami menurunkan jilbabnya dari kepalanya ke wajahnya dan apabila
mereka telah lewat kamipun membukanya kembali.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan
Baihaqi, berkata Al Albani : sanadnya hasan sebagai syahid)
4. Dari Asma binti Abi Bakar dia berkata : “Adalah kami menutup
wajah-wajah kami dari kaum laki-laki dan adalah kami bersisir sebelum itu dalam
ihram.” (HR. Hakim dan hadits ini shahih menurut syarat Muslim)
5. Dari Anas bin Malik - dalam kisah perang Khaibar ketika Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi Shofiyyah dan hendak menaikkannya ke
atas untanya- dia berkata : “Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam menutupinya (Shofiyyah) lalu
memboncengnya di belakang beliau dan beliau menutupkan kain beliau pada
punggung Shofiyyah dan pada wajahnya ………” (HR. Ibnu Sa’d dan dia
memiliki syahid dari riwayat Bukhari dan Muslim)
Nash-nash di atas dengan jelas
menunjukkan bahwa cadar adalah pakaian yang disyari’atkan dalam ajaran Islam
bahkan dia merupakan pakaian wanita-wanita terhormat yang menjaga dirinya
seperti istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para shahabiyyat
dan wanita-wanita yang mengikuti jalan mereka. Bahkan dua madzhab besar dalam
Islam yaitu madzhab Syafi’iyyah dan madzhab Hanabilah mewajibkan menutup wajah bagi wanita
karena dia termasuk bagian dari aurat wanita (lihat Rawa-I’ Al Bayan karangan
Ash-Shobuni 2/154-155 dan Bayan Linnaas jurnal Universitas Al Azhar Kairo
2/216).
Sebagaimana yang telah kami singgung di atas,
masalah cadar adalah masalah yang para ulama salaf hanya berbeda pendapat pada
sunnah atau wajibnya saja, atau bisa
dikatakan bahwa para ulama salaf telah bersepakat (ijma’) bahwa dalam
masalah tersebut hanya ada dua pendapat, sehingga apabila ada yang kemudian memunculkan pendapat yang ketiga
berarti dia telah menyelisihi ijma’ para ulama terdahulu, dan menyelisihi ijma’
adalah diharamkan sebagaimana telah dijelaskan dalam ilmu ushul fiqh.